Jumat, 30 Januari 2009

ANALISIS PENGARUH FLUKTUASI SUKU BUNGA BI (BI RATE) TERHADAP TINGKAT PROFITABILITAS

ANALISIS PENGARUH FLUKTUASI SUKU BUNGA BI (BI RATE) TERHADAP TINGKAT PROFITABILITAS
PT. BANK SYARI’AH MANDIRI, TBK

A. Latar Belakang Penelitian

Serangkaian krisis bertubi-tubi yang dialami sistem keuangan internasional sepanjang dua dekade terakhir telah memberikan angin segar bagi pengembangan sistem keuangan Islami. Sistem keuangan Islami diharapkan mampu mendorong untuk terpenuhinya regulasi dan supervise yang prudensial pada industri keuangan. Kerja keras ini dilandasi oleh keyakinan bahwa bunga (interest) yang bersifat pre-determined telah mengeksploitasi perekonomian, mengakibatkan terjadinya misalokasi resources dan penumpukan kekayaan serta kekuasaan pada segelintir orang. Bungalah yang menyebabkan semakin jauh jarak antara pembangunan dengan tujuan yang akan di capai. Bahkan bunga merusak tujuan-tujuan yang ingin didapat seperti; pertumbuhan ekonomi, produktivitas, pemerataan distribusi pendapatan dan stabilitas ekonomi. Bunga bank yang mengedepankan mekanisme kredit (hutang) sebagai mekanisme pelaksanaannya telah membelenggu dunia terutama negara-negara berkembang dengan hutang.

1

Pada saat ini akibat krisis keuangan global, perbankan nasional mengalami imbasnya terutama ketatnya likuiditas di perbankan nasional. Ditambah dengan besarnya uang pemerintah yang ada di Bank Indonesia (BI) membuat likuiditas perbankan sangat ketat sehingga suku bunga ikut naik pula.

Bank-Bank Sentral di Amerika/USA, Eropa, Asia, dan Australia dalam menghadapi krisis keuangan global menurunkan atau mempertahankan suku bunganya sehingga pengetatan likuiditas berkurang dan memompa likuiditas ke pasar. Sedangkan BI dalam kapasitasnya sebagai Bank Sentral Indonesia malah menaikkan suku bunga acuan atau BI rate. Kebijakan BI ini kontradiktif dengan kebijakan bank-bank sentral lainnya di Amerika, Eropa, Asia, dan Australia.

Bank Indonesia (BI) lebih memilih mengamankan inflasi dan nilai rupiah, karena dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, dengan satu tujuan tunggal yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kenaikan BI rate mengakibatkan ketatnya likuditas perbankan, sehingga bank kesulitan mendapatkan dana murah dari pihak ketiga (giro, tabungan, deposito) karena harus menaikkan suku bunga Dana Pihak Ketiga (DPK) tersebut, dan ketatnya likuiditas mengakibatkan naiknya suku bunga di Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Hal ini mengakibatkan cost of fund bank bertambah/meningkat. Krisis ekonomi yang salah satunya berdampak negatif pada industri perbankan nasional bisa dijadikan pelajaran berharga. Kredit yang diberikan perbankan, ternyata tidak mampu memberikan manfaat langsung alias nilai tambah yang dapat diterima langsung oleh nasabah. Akibatnya, ketika terjadi peningkatan bunga kredit yang fantastik, nilai usaha nasabah sudah tidak sebanding lagi dengan pembiayaan yang diberikan. Selain itu, pinjaman dalam bentuk dolar (Amerika) ternyata banyak digunakan untuk membiayai kegiatan bisnis yang hanya berpendapatan rupiah. Valuta asing (valas) yang semula hanya sebagai alat pertukaran nilai, telah berubah menjadi alat komoditas.

Krisis telah mengajarkan banyak hal, salah satu diantaranya menyangkut keberadaan perbankan Syari’ah. Bank syari’ah ternyata lebih tahan terhadap krisis atau resesi, hal ini dibuktikan Malaysia yang menghadapi krisis tahun 1997. Bank Syari’ah lebih tahan krisis dan tidak menyulitkan negara. Sementara bank konvensional menjadi parasit bagi perekonomian negara karena menguras APBN tiap tahun untuk membayar hutang dan bunga obligasi.

Perkembangan perbankan syari’ah di Indonesia diawali dengan berdirinya PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI), Tbk pada 1 November 1991. Pendirian BMI diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang kemudian didukung oleh sekelompok pengusaha dan cendekiawan muslim. PT. Bank Muamalat (BMI), Tbk merupakan bank pertama di Indonesia yang mengoperasikan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Sebagai sebuah bank, BMI tetap melaksanakan operasionalnya sama dengan bank-bank konvensional lainnya selama tidak bertentangan dengan syariah. BMI tidak terlepas dari usaha-usaha untuk mencapai keuntungan yang akan dibagihasilkan kepada para nasabahnya. Pada mulanya perbankan syari’ah belum mendapat perhatian yang optimal dari pemerintah, hal ini terlihat pada Undang-Undang No 7 tahun 1992 yang belum menjelaskan adanya landasan hukum operasional perbankan syari’ah. Namun, setelah adanya undang-undang baru yaitu Undang-Undang No 10 tahun 1998 maka bank syari’ah telah memiliki landasan hukum yang lebih kuat serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan oleh bank syari’ah. Undang-undang tersebut juga memberikan arahan bagi bank-bank konvensional untuk membuka cabang syari’ah ataupun mengkonversi secara total menjadi bank syari’ah. Dengan diakuinya dua sistem perbankan yaitu perbankan sistem bagi hasil dan sistem konvensional, maka bank syari’ah semakin berkembang dan mulai dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat di Indonesia.

Sejak saat itu, mulailah bermunculan bank dan unit-unit bank syariah. Ada Bank Syariah Mandiri serta unit-unit bank syariah yang lain, seperti Bank IFI, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Bukopin, Bank Danamon, Bank Republik Indonesia (BRI), Bank Internasional Indonesia (BII), dan Bank Niaga.

Adanya kenaikan tingkat suku bunga pada bank-bank umum akan mempengaruhi peran intermediasi dunia perbankan dalam perekonomian Indonesia. Bank-bank umum (konvensional) dalam operasionalnya sangat tergantung pada tingkat suku bunga yang berlaku, karena keuntungan bank konvensional berasal dari selisih antara bunga pinjaman dengan bunga simpanan. Sedangkan dalam bank syariah tidak mengenal sistem bunga, yang ada adalah prinsip bagi hasil (profit sharing) antara bank dengan nasabah dalam pengelolaan dananya.

Dengan adanya kenaikan tingkat suku bunga pada bank-bank umum baik langsung maupun tidak langsung akan membawa dampak terhadap tingkat profit bank syariah. Dengan naiknya tingkat suku bunga BI/BI rate, maka cenderung akan diikuti oleh naiknya suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman pada bank konvensional. Sehingga orang akan cenderung untuk menyimpan dananya di bank konvensional daripada di bank syariah karena bunga simpanan di bank konvensional naik yang pada akhirnya tingkat pengembalian yang akan diperoleh oleh nasabah penyimpan dana akan mengalami peningkatan.

Kenaikan tingkat suku bunga inilah yang menjadi dilema dunia perbankan syari’ah saat ini, karena dikhawatirkan akan ada perpindahan dana dari bank syari’ah ke bank konvensional. Tetapi ada juga keuntungan yang diperoleh bank syari’ah dengan naiknya suku bunga yakni permohonan pembiayaan (kredit) di bank syari’ah oleh nasabah diperkirakan akan mengalami peningkatan seiring dengan naiknya bunga pinjaman pada bank konvensional atau bank umum. Sedangkan penurunan suku bunga BI, mau tidak mau, bank konvesional mesti menyesuaikan diri dengan menurunkan bunga deposito dan tabungan. Bila tidak, biaya dana yang dikeluarkan bank akan lebih besar daripada keuntungan yang diperoleh. Melihat kondisi bank konvensional yang demikian itu, begitu tepat bila bank syariah dijadikan alternatif bagi nasabah yang lebih menghendaki kestabilan return maupun pembagian hasil usaha yang lebih pasti.

Bank yang berdasarkan prinsip syari’ah seperti halnya bank konvensional, juga berfungsi sebagai suatu lembaga intermediasi (intermediary institution), yaitu mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Pendapatan Bank Islam berasal dari pembiayaan investasi al-mudharabah dan al-musyarakah berupa bagi hasil usaha; dari pembiayaan pengadaan barang al-murabahah, al-bai bitsamanajil, dan al-ijarah berupa mark-up dan sewa; dari pemberian pinjaman berupa biaya administrasi; dan dari penggunaan fasilitas berupa fee. Pembiayaan merupakan salah satu kegiatan utama dan menjadi sumber utama pendapatan bagi bank syari’ah. (Perwaatmadja dan Antonio, 1992; 43).

PT. Bank Syari’ah Mandiri, Tbk (BSM) mengalami fluktuasi pendapatan yang berkaitan dengan fluktuasinya suku bunga BI (BI rate). Akan tetapi apakah pendapatan (laba atau rugi) yang diperoleh PT. Bank Syari’ah Mandiri, Tbk (BSM) dipengaruhi oleh fluktuasinya suku bunga BI (BI rate)? Untuk mengetahuinya, dapat kita lihat pada tabel posisi tingkat suku bunga BI (BI rate) dan laba (rugi) tahun berjalan PT. Bank Syari’ah Mandiri, Tbk (BSM) pada lag 1 bulan dan lag 3 bulan di bawah ini.

Tabel 1

Tingkat Suku Bunga BI (BI Rate) dan Laba (Rugi) tahun Berjalan

PT. Bank Syari’ah Mandiri, Tbk (BSM) pada lag 1 Bulan

Periode

Suku Bunga BI (BI Rate)

∆ Suku Bunga BI (BI Rate)

Laba (Rugi)

Tahun Berjalan (Jutaan Rupiah)

Laba (Rugi) Tahun Berjalan (Jutaan Rupiah)

Jul-2005

8.50%

-

72,866

-

Agu-2005

8.75%

0.25%

83,776

10,910

Sep-2005

10.00%

1.25%

92,542

8,766

Okt-2005

11.00%

1.00%

86,689

(5,853)

Nop-2005

12.25%

1.25%

92,491

5,802

Des-2005

12.75%

0.50%

102,557

10,066

Jan-2006

12.75%

0.00%

(13,365)

(115,922)

Peb-2006

12.75%

0.00%

12,060

25,425

Mar-2006

12.75%

0.00%

17,746

5,686

Apr-2006

12.75%

0.00%

24,063

6,317

Mei-2006

12.50%

(0.25%)

20,818

(3,245)

Jun-2006

12.50%

0.00%

31,322

10,504

Jul-2006

12.25%

(0.25%)

36,354

5,032

Agu-2006

11.75%

(0.50%)

31,941

(4,413)

Sep-2006

11.25%

(0.50%)

41,601

9,660

Okt-2006

10.75%

(0.50%)

32,745

(8,856)

Nop-2006

10.25%

(0.50%)

45,284

12,539

Des-2006

9.75%

(0.50%)

65,480

20,196

Jan-2007

9.50%

(0.25%)

21,993

(43,487)

Peb-2007

9.25%

(0.25%)

31,483

9,490

Mar-2007

9.00%

(0.25%)

35,168

3,685

Apr-2007

9.00%

0.00%

36,641

1,473

Mei-2007

8.75%

(0.25%)

44,609

7,968

Jun-2007

8.50%

(0.25%)

61,811

17,202

Jul-2007

8.25%

(0.25%)

67,392

5,581

Agu-2007

8.25%

0.00%

78,189

10,797

Sep-2007

8.25%

0.00%

88,593

10,404

Okt-2007

8.25%

0.00%

92,334

3,741

Nop-2007

8.25%

0.00%

100,051

7,717

Des-2007

8.00%

(0.25%)

115,455

15,404

Jan-2008

8.00%

0.00%

15,127

(100,328)

Peb-2008

8.00%

0.00%

30,486

15,359

Mar-2008

8.00%

0.00%

46,240

15,754

Apr-2008

8.00%

0.00%

61,384

15,144

Mei-2008

8.25%

0.25%

976,488

915,104

Jun-2008

8.50%

0.25%

99,284

(877,204)

Jul-2008

8.75%

0.25%

115,366

16,082

Agu-2008

9.00%

0.25%

135,013

19,647

Sep-2008

9.25%

0.25%

147,384

12,371

Sumber: www.bi.go.id, Data Olahan.

Dilihat dari tabel di atas pada lag 1 bulan, mulai Juli 2005-Desember 2005, suku bunga BI mengalami kenaikan secara terus menerus, sedangkan posisi BSM mengalami kerugian pada Oktober 2005. Namun pada Januari 2006-April 2006, suku bunga BI tidak mengalami perubahan, akan tetapi BSM mengalami kerugian di awal tahun 2006 (Januari) dan profit selama 5 bulan di tahun 2005 karena rugi di bulan Oktober 2005, bahkan pada saat BI Rate mengalami penurunan BSM tetap mengalami kerugian pada Mei 2006. Dari awal Juli 2006-Juli 2007, BI Rate tetap saja turun sampai April 2008 dan tidak mengalami perubahan, sedangkan BSM di waktu yang sama mengalami kerugian pada Agustus 2006, Januari 2007, dan Januari 2008.

Tabel 2

Tingkat Suku Bunga BI (BI Rate) dan Laba (Rugi) Tahun Berjalan

PT. Bank Syari’ah Mandiri, Tbk (BSM) pada lag 3 Bulan

Periode

Suku Bunga BI (BI Rate)

∆ Suku Bunga BI (BI Rate)

Laba (Rugi)

Tahun Berjalan (Jutaan Rupiah)

Laba (Rugi) Tahun Berjalan (Jutaan Rupiah)

Sep-2005

10.00%

-

92,542

-

Des-2005

12.75%

2.75%

102,557

10,015

Mar-2006

12.75%

0.00%

17,746

-84,811

Jun-2006

12.50%

(0.25%)

31,322

13,576

Sep-2006

11.25%

(1.25%)

41,601

10,279

Des-2006

9.75%

(1.50%)

65,480

23,879

Mar-2007

9.00%

(0.75%)

35,168

-30,312

Jun-2007

8.50%

(0.50%)

61,811

26,643

Sep- 2007

8.25%

(0.25%)

88,593

26,782

Des-2007

8.00%

(0.25%)

115,455

26,862

Mar-2008

8.00%

0.00%

46,240

-69,215

Jun-2008

8.50%

0.50%

99,284

53,044

Sep-2008

9.25%

0.75%

147,384

48,100

Sumber: www.bi.go.id, Data Olahan.

Dilihat dari tabel di atas pada lag 3 bulan, dapat diketahui akhir tahun 2005 BI Rate mengalami kenaikan 2.75% point ke level 12.75% diikuti dengan kenaikan laba BSM sampai akhir tahun 2005. Pada triwulan pertama tahun 2006, BSM mengalami kerugian sedangkan BI Rate tidak mengalami perubahan. Kemudian turunnya BI Rate secara terus menerus sampai Desember 2007, posisi BSM mendapatkan laba secara terus menerus juga walaupun pada Maret 2007 mengalami kerugian sebesar 30,312 juta. Di triwulan pertama tahun 2008, BSM mengalami hal yang sama pada Maret 2006 yaitu mengalami kerugian walaupun BI Rate tetap. Pada saat BI Rate mengalami kenaikan, BSM tetap mendapatkan laba walaupun kondisi laba yang ditrerima mengalami penurunan dari Juni 2008-September 2008.

Dari penjelasan tersebut dengan lag 3 bulan, dapat disimpulkan sementara bahwa turunnya suku bunga BI tidak diikuti dengan naiknya tingkat laba secara continoue, begitu juga sama hal dengan naiknya suku bunga BI.

Tantangan umat Islam dewasa ini adalah menunjukkan keagungan dan keampuhan ekonomi syari’ah. Tidak hanya bagi masyarakat muslim, melainkan juga bagi masyarakat nonmuslim, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia internasional. Islam ternyata mewariskan sistem perekonomian yang tepat, fair, adil, manusiawi, untuk menciptakan kemaslahatan dan kesejahteraan hidup.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti bermaksud mengadakan penelitian yang membahas tentang “Analisis Pengaruh Fluktuasi Suku Bunga BI (BI Rate) Terhadap Tingkat Profitabilitas PT. Bank Syari’ah Mandiri, Tbk”.

B. Perumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:

  1. Bagaimanakah dampak fluktuasi tingkat suku bunga BI terhadap peran intermediasi PT. Bank Syari’ah Mandiri, Tbk?
  2. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara fluktuasi tingkat suku bunga BI terhadap tingkat profitabilitas PT. Bank Syari’ah Mandiri, Tbk?

C. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan sesuai dengan permasalahan dan mencapai sasaran penelitian yang dimaksud, maka penulis membatasi masalah pada PT. Bank Syari’ah Mandiri, Tbk., data keuangan yang digunakan merupakan periode Juli 2005 – September 2008. Data yang digunakan merupakan data yang perlu diolah kembali untuk dapat menentukan kesimpulan analisisnya melalui laporan rugi-laba perusahaan berdasarkan lag 1 bulan dan lag 3 bulan.

D. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Memaparkan dampak fluktuasi tingkat suku bunga BI terhadap peran intermediasi PT. Bank Syari’ah Mandiri, Tbk.

2. Menganalisis signifikansi pengaruh antara fluktuasi tingkat suku bunga BI terhadap tingkat profitabilitas PT. Bank Syari’ah Mandiri, Tbk.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Penulis

Penulis berkesempatan untuk mengkaji serta menelaah kembali teori-teori yang telah didapatkan selama perkuliahan serta membandingkan kenyataan yang terjadi dilapangan sehingga penulis mendapatkan wawasan pemahaman yang lebih.

2. Bagi Perusahaan

a. Sebagai sumber informasi untuk pengembangan bank syariah ke depan.

b. Sebagai bahan pertimbangan untuk lebih memantapkan strategi yang telah digunakan oleh bank syariah selama ini.

c. Sebagai bahan evaluasi atas kinerja bank syariah selama ini dalam menghadapi kompetisi dalam dunia perbankan nasional.

3. Bagi Masyarakat

Diharapkan tulisan ini dapat memberikan inspirasi bagi masyarakat untuk membuat pilihan menginvestasikan hartanya apakah tetap memilih di perbankan konvensional atau beralih memilih perbankan syari’ah.

4. Bagi Pihak lain

Tulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi serta masukan bagi pihak yang berkepentingan serta menjadi bahan kajian untuk ditelaah lebih luas lagi agar dapat menjadi referensi bagi pihak yang membutuhkan.

F. Landasan Teori

1. Pengertian Bunga Bank

Bunga bank dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank yang berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya. Bunga dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dengan yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh pinjaman).

BI rate merupakan suku bunga kebijakan Bank Indonesia yang menjadi acuan suku bunga di pasar uang, seperti suku bunga deposito, suku bunga PUAB, dan suku bunga kredit. Peningkatan BI rate pada umumnya akan diikuti oleh peningkatan suku bunga di pasar uang sedangkan penurunan BI rate juga akan diikuti oleh penurunan suku bunga pasar. Penerapan BI rate sebagai suku bunga kebijakan Bank Indonesia sejak bulan Juli 2005 telah direspon secara positif oleh perbankan nasional.

Dalam kegiatan perbankan sehari-hari ada 2 macam bunga yang diberikan kepada nasabahnya (Djinarto, 2000: 222-223) yaitu:

a. Bunga Simpanan

Bunga simpanan adalah bunga yang diberikan sebagai rangsangan atau balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Bunga simpanan merupakan harga yang harus dibayar bank kepada nasabahnya. Sebagai contoh jasa giro, bunga tabungan dan bunga deposito.

b. Bunga Pinjaman

Bunga pinjaman dalah bunga yang diberikan kepada para peminjam atau harga yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank. Sebagai cotoh bunga kredit.

Kedua macam bunga ini merupakan komponen utama faktor biaya dan pendapatan bagi bank konvensional. Bunga simpanan merupakan biaya dana yang harus dikeluarkan kepada nasabah sedangkan bunga pinjaman merupakan pendapatan yang diterima dari nasabah. Baik bunga simpanan maupun bunga pinjaman masing-masing saling mempengaruhi satu sama lainnya. Sebagai contoh seandainya bunga simpanan tinggi, maka secara otomatis bunga pinjaman juga terpengaruh ikut naik dan demikian pula sebaliknya.

1.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Suku Bunga

Seperti dijelaskan di atas, bahwa untuk menentukan besar kecilnya suku bunga simpanan dan pinjaman sangat dipengaruhi oleh keduanya, artinya baik bunga simpanan maupun pinjaman saling mempengaruhi disamping faktor-faktor lainnya. Menurut Kasmir (2002: 122-124), faktor-faktor utama yang mempengaruhi besar kecilnya penetapan suku bunga adalah:

a) Kebutuhan dana, apabila bank kekurangan dana sementara permohonan pinjaman meningkat, maka yang dilakukan oleh bank agar kebutuhan dana tersebut cepat terpenuhi dengan meningkatkan suku bunga simpanan.

b) Persaingan, dalam memperebutkan dana simpanan, maka disamping faktor promosi, yang paling utama pihak perbankan harus memperhatikan pesaing.

c) Kebijakan pemerintah, dalam arti baik untuk bunga simpanan maupun bunga pinjaman kita, tidak boleh melebihi bunga yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.

d) Jangka waktu, semakin panjang jangka waktu pinjaman, maka akan semakin tinggi tinggi bunganya, hal ini disebabkan besarnya kemungkinan risiko di masa mendatang. Serta faktor-faktor yang lain.

1.2. Pengaruh BI Rate dan Bunga Bank Konvensional

Sesaat setelah tingkat suku bunga diumumkan oleh Bank Indonesia, bank konvensional segera menjadikannya landasan dalam menetapkan tingkat suku bunga pinjaman dan simpanan kepada para nasabah. Dalam hal ini, bank konvensional akan menetapkan bunga pinjaman di atas bunga simpanan sehingga diperoleh keuntungan sebesar selisih dari keduanya. Akan tetapi, pada waktu yang bersamaan, secara umum bank-bank syariah di Indonesia melakukan pengamatan yang cermat terhadap fluktuasi tingkat suku bunga yang diterapkan oleh bank-bank konvensional, terutama bank konvensional yang memiliki kantor terdekat dengannya. Hal ini tentu saja dimaksudkan agar bank syariah tersebut dapat memonitor tingkat pendapatan aktual yang diterima oleh para nasabah penyimpan dana pada bank konvensional. Setelah informasi tersebut didapatkan, bank syariah akan meningkatkan porsi bagi hasilnya kepada nasabah penyimpan dan pemegang saham dengan cara menambah marjin keuntungan dari penjualan barang pada akad murabahah.

Sebagai dampak langsung atas fluktuasi tingkat suku bunga yang berlaku di pasar dan kepastian bagi hasil kepada pemilik saham dan nasabah penyimpan dalam menentukan harga jual barang pada akad murabahah, maka akan ada beban marjin minimal yang tidak dapat ditawar lagi oleh calon nasabah kepada pihak bank. Konsep seperti ini dikenal sebagai cost of fund pada perbankan konvensional, dimana operasional bank lebih dominan bertumpu pada selisih keuntungan. Oleh karena itu, semakin terlihat jelas bahwa dari sisi praktek penentuan harga jual barang pada akad murabahah belumlah sesuai dengan aturan Islam yang sempurna. Besar ataupun kecil, para nasabah pembiayaan, khususnya murabahah, menerima beban bagi hasil atas keuntungan nasabah penyimpan dan pemilik saham yang seharusnya ditanggung oleh bank, baik ketika untung ataupun rugi.

Dampak langsung yang muncul ketika memahami bahwa marjin keuntungan harus diambil dalam persentase adalah bagaimana menentukan proses perhitungan harga jual dan cicilannya sehingga dapat mengakomodasi aspek syariah sekaligus di dalamnya.

2. Bank Syari’ah

2.1. Definisi Bank Syari’ah dan Tujuan Pendirian Bank Syariah

Bank adalah badan usaha yang memberikan jasa pada penyimpanan uang, pengiriman uang serta permintaan dan penawaran kredit. Menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menyebutkan bahwa Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah. (Undang-Undang No.21 Tahun 2008)

Prinsip Syari’ah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syari’ah. Sehingga Bank Syari’ah ialah badan usaha yang bergerak dalam bidang perbankan yang sistem operasionalnya didasarkan pada prinsip-prinsip syariat Islam.

Tujuan didirikannya Bank Syariah adalah meningkatkan usaha menuju kesejahteraan umat dengan mengaitkan pembangunan ekonomi dan sosial serta menyelamatkan umat Islam dari membayar dan menerima bunga yang termasuk perbuatan riba serta dampak sampingnya yang tidak dikehendaki oleh Islam. Keberadaan bank syariah di tengah-tengah perbankan konvensional sebagai suatu sistem perbankan alternatif bagi masyarakat yang membutuhkan layanan jasa perbankan tanpa harus khawatir atas persoalan bunga/riba. Bank syariah didirikan dengan tujuan untuk mempromosikan dan mengembangkan penerapan prinsip-prinsip Islam dan tradisinya ke dalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis yang terkait. Prinsip utama yang diikuti oleh bank syariah adalah:

  1. Larangan riba (bunga) dalam berbagai bentuk tradisi.
  2. Melakukan kegiatan usaha dan perdagangan berdasarkan perolehan pendapatan dan keuntungan yang sah (revenue sharing atau profit sharing).
  3. Memberikan zakat sebagai salah satu instrumen dalam perhitungan pembagian keuntungan dan laporan keuangan.

2.2. Karakteristik Bank Syariah

Bank ini didirikan dengan aktivitas yang dibenarkan oleh syariat Islam, dimana segala aktivitasnya memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Bersifat produktif; ekonomi Islam memandang bahwa semua aktivitas ekonomi harus produktif sehingga kegiatannya lebih ditekankan pada ekonomi riil.

b. Tidak eksploitatif; kegiatan ekonomi tidak boleh ditujukan demi keuntungan satu pihak dengan megorbankan pihak lain (sama-sama untung).

c. Berkeadilan; tidak boleh ada transaksi ekonomi yang merugikan pihak-pihak yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung.

d. Tidak bersifat spekulatif; hal ini dianggap sebagai perjudian dan dapat mengakibatkan orang yang melakukannya terancam kemiskinan serta menyebabkan uang atau barang yang dispekulasikan menjadi tidak bermanfaat.

e. Anti riba; riba sebenarnya adalah tambahan yang ditetapkan dalam perjanjian atas suatu barang yang dipinjam, ketika barang dikembalikan.

3. Bagi Hasil

Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan syari’ah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kepada masyarakat dan di dalam aturan syari’ah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.

Mekanisme perhitungan bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan syari’ah terdiri dari dua sistem, yaitu:

a. Pengertian Profit Sharing

Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan. Dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Profit secara istilah adalah perbedaan yang timbul ketika total pendapatan (total revenue) suatu perusahaan lebih besar dari biaya total (total cost).

Di dalam istilah lain profit sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Pada perbankan syariah istilah yang sering dipakai adalah profit and loss sharing, di mana hal ini dapat diartikan sebagai pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan yang diterima atas hasil usaha yang telah dilakukan.

Sistem profit and loss sharing dalam pelaksanaannya merupakan bentuk dari perjanjian kerjasama antara pemodal (Investor) dan pengelola modal (enterpreneur) dalam menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana di antara keduanya akan terikat kontrak bahwa di dalam usaha tersebut jika mendapat keuntungan akan dibagi kedua pihak sesuai nisbah kesepakatan di awal perjanjian, dan begitu pula bila usaha mengalami kerugian akan ditanggung bersama sesuai porsi masing-masing. Kerugian bagi pemodal tidak mendapatkan kembali modal investasinya secara utuh ataupun keseluruhan, dan bagi pengelola modal tidak mendapatkan upah/hasil dari jerih payahnya atas kerja yang telah dilakukannya. Keuntungan yang didapat dari hasil usaha tersebut akan dilakukan pembagian setelah dilakukan perhitungan terlebih dahulu atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan selama proses usaha. Keuntungan usaha dalam dunia bisnis bisa negatif, artinya usaha merugi, positif berarti ada angka lebih sisa dari pendapatan dikurangi biaya-biaya, dan nol artinya antara pendapatan dan biaya menjadi balance. Keuntungan yang dibagikan adalah keuntungan bersih (net profit) yang merupakan lebihan dari selisih atas pengurangan total cost terhadap total revenue.

b. Pengertian Revenue Sharing

Revenue Sharing berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata yaitu, revenue yang berarti; hasil, penghasilan, pendapatan. Sharing adalah bentuk kata kerja dari share yang berarti bagi atau bagian. Revenue sharing berarti pembagian hasil, penghasilan atau pendapatan. Dalam arti lain revenue merupakan besaran yang mengacu pada perkalian antara jumlah output yang dihasilkan dari kegiatan produksi dikalikan dengan harga barang atau jasa dari suatu produksi. Di dalam revenue terdapat unsur-unsur yang terdiri dari total biaya (total cost) dan laba (profit). Laba bersih (net profit) merupakan laba kotor (gross profit) dikurangi biaya distribusi penjualan, administrasi dan keuangan.

Berdasarkan definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa arti revenue pada prinsip ekonomi dapat diartikan sebagai total penerimaan dari hasil usaha dalam kegiatan produksi, yang merupakan jumlah dari total pengeluaran atas barang ataupun jasa dikalikan dengan harga barang tersebut. Unsur yang terdapat di dalam revenue meliputi total harga pokok penjualan ditambah dengan total selisih dari hasil pendapatan penjualan tersebut. Tentunya di dalamnya meliputi modal (capital) ditambah dengan keuntungannya (profit).

Revenue pada perbankan Syari'ah adalah hasil yang diterima oleh bank dari penyaluran dana (investasi) ke dalam bentuk aktiva produktif, yaitu penempatan dana bank pada pihak lain. Hal ini merupakan selisih atau angka lebih dari aktiva produktif dengan hasil penerimaan bank. Perbankan Syari'ah memperkenalkan sistem pada masyarakat dengan istilah Revenue Sharing, yaitu sistem bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan pengelolaan dana tanpa dikurangi dengan biaya pengelolaan dana. Sistem revenue sharing berlaku pada pendapatan bank yang akan dibagikan dihitung berdasarkan pendapatan kotor (gross sales), yang digunakan dalam menghitung bagi hasil untuk produk pendanaan bank.

4. Intermediasi Bank Syariah

Indikator fungsi intermediasi adalah rasio penyaluran pinjaman terhadap simpanan (loan to deposit ratio/LDR atau financing to deposit ratio/FDR). Dana pihak ketiga yang berupa giro, tabungan, dan deposito harus dapat disalurkan secara optimal kepada masyarakat berupa kredit. Angka ideal LDR antara 85%-110%. Selain dilihat dari faktor LDR/FDR, tingkat kredit bermasalah (non performing loan/NPL) juga menjadi indikator tingkat intermediasi. Ketentuan NPL maksimum 5% menjadikan bank syari’ah untuk bertindak lebih berhati-hati menyalurkan kredit.

Untuk meningkatkan peran perbankan dalam pembiayaan pembangunan dan mendorong upaya penguatan industri perbankan melalui konsolidasi sesuai arah Arsitektur Perbankan Indonesia (API), Bank Indonesia pada tanggal 5 Oktober 2006 mengumumkan Paket Kebijakan Perbankan Oktober 2006 yang salah satunya terbentuknya lima Peraturan Bank Indonesaia (PBI) yang terkait dengan Perbankan Syariah yaitu:

(1) PBI yang menyesuaikan ketentuan penilaian kualitas aktiva bank umum berdasarkan syariah;

(2) PBI tentang perubahan ketentuan tentang perhitungan Financing Deposit Ratio (FDR) didalam ketentuan Giro Wajib Minimum; Sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada ketentuan Bank Umum Syariah dan BPR konvensional, maka terdapat pula perubahan atas PBI untuk BPRS;

(3) PBI yang mengubah ketentuan tentang permodalan (KPMM) BPRS;

(4) PBI mengenai perubahan kualitas aktiva BPRS; dan

(5) PBI yang merelaksasi pengembangan usaha dan jaringan kantor BPRS.

5. Ketentuan Likuidasi Bank Syari’ah

Bank Indonesia menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Bank Syariah dari 3% menjadi 1% dari jumlah DPK dalam valuta asing. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 10/23/PBI/2008 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/21/PBI/2004 tentang Giro Wajib Minimum Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah yang berlaku sejak 13 Oktober 2008.

Pengendalian likuiditas melalui penyesuaian instrumen moneter bank sentral berupa GWM merupakan salah satu pilihan (opsi) untuk menjaga ketersediaan likuiditas baik rupiah maupun valuta asing bagi pelaku perbankan dan pelaku perekonomian di Indonesia.

6. Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syari’ah

Perkembangan dunia perbankan telah terlihat semakin kompleks, dengan berbagai macam jenis produk dan sistem usaha dalam berbagai keunggulan kompetitif. Kekompleksan ini telah menciptakan suatu sistem dan pesaing baru dalam dunia perbankan, bukan hanya persaingan antar bank tetapi juga antara bank dengan lembaga keuangan. Hal paling mencolok adalah adanya 2 sistem pengembalian uang nasabah, bunga dan bagi hasil yang keduanya berasal dari 2 jenis bank yang berbeda.

Bank-bank umum (konvensional) dalam operasionalnya sangat tergantung pada tingkat suku bunga yang berlaku, karena keuntungan bank konvensional berasal dari selisih antara bunga pinjam dengan bunga simpan. Sedangkan dalam bank syari’ah tidak mengenal sistem bunga, yang ada adalah prinsip bagi hasil (profit sharing) antara bank dengan nasabah dalam pengelolaan dananya.

Bank konvensional memberlakukan sistem bunga dan bank syari’ah menggunakan sistem bagi hasil. Sebelum kita menganalisis perbedaan sistem bunga dan sistem bagi hasil, saya akan memaparkan perbedaan kedua lembaga tersebut.

Tabel 3

Perbedaan Bank Syari’ah dan Bank Konvensional

No.

Bank Syari’ah

Bank Konvensional

1.

Berinvestasi pada usaha yang halal.

Bebas Nilai.

2.

Atas dasar bagi hasil, margin keuntungan dan fee.

Sistem bunga.

3.

Besaran bagi hasil berubah-ubah tergantung kinerja usaha.

Besarannya tetap.

4.

Profit dan falah oriented.

Profit oriented.

5.

Pola hubungan kemitraan.

Hubungan debitur-kreditur.

6.

Ada Dewan Pengawas Syari’ah.

Tidak ada lembaga sejenis.

Setelah kita lihat pada point 2, yaitu bank syari’ah menetapkan sistem bagi hasil sedangkan bank konvensional memakai sistem bunga. Agar dapat dimengerti dengan baik, saya akan menjabarkan perbedaan keduanya antara sistem bunga dan bagi hasil. Perhatikan pada tabel di bawah ini:

Tabel 4

Perbedaan Sistem Bunga dan Sistem Bagi Hasil

No.

Sistem Bunga

Sistem Bagi Hasil

1.

Penentuan suku bunga dibuat pada waktu perjanjian dengan pedoman harus selalu untung untuk pihak Bank.

Penentuan besarnya risiko bagi hasil dibuat pada waktu perjanjian dengan berpedoman pada kemungkinan untung dan rugi.

2.

Besarnya prosentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.

Besarnya nisbah (rasio) bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.

3.

Tidak tergantung kepada kinerja usaha. Jumlah pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah keuntungan berlipat ganda saat ekonomi membaik.

Tergantung kepada kinerja usaha. Jumlah pembagian bagi hasil meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.

4.

Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama Islam.

Tidak ada agama yang meragukan keabsahan bagi hasil.

5.

Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.

Bagi hasil tergantung kepada keuntungan dan kerugian proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah.

Dari tabel 4 dapat disimpulkan, pada sistem bunga nasabah akan mendapatkan hasil yang sudah pasti berupa persentase tertentu dari saldo yang disimpannya di bank tersebut. Berapapun keuntungan usaha pihak bank, nasabah akan mendapatkan hasil yang sudah pasti. Sedangkan pada sistem bagi hasil, tidak seperti itu. Bagi hasil dihitung dari hasil usaha pihak bank dalam mengelola uang nasabah. Bank dan nasabah membuat perjanjian bagi hasil berupa persentase tertentu untuk nasabah dan untuk bank, perbandingan ini disebut nisbah. Dengan sistem ini, nasabah dan bank memang tidak bisa mengetahui berapa hasil yang pastinya akan mereka terima. Karena bagi hasil baru akan dibagikan kalau hasil usahanya sudah bisa ditentukan pada akhir periode. Dengan sistem bagi hasil, nasabah dan bank akan membagi keuntungan secara lebih adil daripada sistem bunga.

7. Teori Pecking Order/Pecking Order Theory (POT)

Salah satu teori struktur modal yang dianggap bisa menjelaskan perilaku pendanaan perusahaan adalah Pecking Order Theory (POT). POT merupakan bentuk pengembangan dari teori Static Trade-Off (STO) yang dikemukakan oleh Myers dan Maijluf (1984). POT menyatakan bahwa penentuan struktur modal yang optimal didasarkan pada keputusan pendanaan secara hierarki berdasarkan biaya modal yang paling murah yang bersumber pada sumber dana internal (profit) sampai pada sumber dana eksternal (hutang dan saham). Dengan demikian, penentuan struktur modal berdasarkan POT dimulai ketika arus kas internal perusahaan tidak cukup untuk mendanai investasi real dan deviden, maka perusahaan akan menerbitkan hutang dan saham jika financial distress perusahaan tinggi.

POT telah banyak digunakan diantaranya dengan menggunakan dasar kondisi defisit pendanaannya, sebagai akibat adanya ketidakcukupan arus kas intenal (internal cash flow) untuk investasi dan komitmen perusahaan untuk membagi dividen. Berdasarkan hasil dari analisis terdahulunya dengan menggunakan POT, ada beberapa ketentuan dan kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa analisis, yaitu:

a. Tingkat pertumbuhan mempunyai hubungan yang positif dengan tingkat leverage, karena secara temporer memiliki investasi yang masih terlalu rendah. Sehingga untuk sementara memiliki tingkat leverage yang rendah.

b. Profitabilitas mempunyai korelasi negatif leverage. Semakin tinggi profit, maka proporsi ekuitas semakin meningkat atau proporsi pinjaman semakin menurun. Jika dikaitkan dengan ukuran perusahaan, dimana perusahaan besar cenderung memiliki proporsi pinjaman yang besar, maka korelasi negatif antara profitabilitas dan tingkat leverage pada perusahaan besar semakin kuat.

c. Prediksi POT berlaku terhadap perusahaan dalam menghadapi masalah information asymmetry dan preferensi perusahaan dalam memilih kebijakan pendanaan marginal (tambahan).

d. Kredit perbankan masih merupakan pilihan utama dalam pendanaan dari sebagian besar group perusahaan. Manakala pinjaman mencapai tingkat yang demikian tinggi, maka mereka memilih pendanaan dengan penerbitan saham. Kondisi ini mungkin lebih sesuai dengan konteks Indonesia.

Seorang akademisi, Donald Donaldson (1961) melakukan pengamatan terhadap perilaku struktur modal perusahaan di Amerika Serikat. Pengamatannya menunjukkan bahwa perusahaan yang mempunyai keuntungan yang tinggi ternyata cenderung menggunakan hutang yang lebih rendah. Secara spesifik, perusahaan mempunyai urut-urutan preferensi dalam penggunaan dana. Skenario urutan dalam Pecking Order Theory adalah sebagai berikut ini:

a) Perusahaan memilih pendanaan internal. Dana internal tersebut diperoleh dari laba (keuntungan) yang dihasilkan dari kegiatan perusahaan.

b) Perusahaan menghitung target rasio pembayaran didasarkan pada perkiraan kesempatan investasi.

c) Karena kebijakan dividen yang konstan, digabung dengan fluktuasi keuntungan dan kesempatan investasi yang tidak bias diprediksi, akan menyebabkan aliran kas yang diterima oleh perusahaan akan lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran investasi pada saat-saat tertentu, dan akan lebih kecil pada saat yang lain.

d) Jika pendanaan eksternal diperlukan, perusahaan akan mengeluarkan surat berharga yang paling aman terlebih dulu. Perusahaan akan memulai dengan hutang, kemudian dengan surat berharga campuran (hybrid) seperti obligasi konvertibel, dan kemudian barangkali saham sebagai pilihan terakhir.

Teori tersebut tidak mengindikasikan target struktur modal. Teori tersebut menjelaskan urut-urutan pendanaan. Manajer keuangan tidak memperhitungkan tingkat hutang yang optimal. Kebutuhan dana ditentukan oleh kebutuhan investasi.

8. Variabel Dummy

Ada kalanya kita melakukan suatu regresi dimana variabel penjelas atau variabel tergantung berupa data kategorikal (sering disebut data nominal). Pada kenyatannya terdapat banyak variable penting yang bersifat kualitatif. Variable kualitatif tidak bisa diukur, tetapi hanya bisa ditandai sifatnya antara ada dan tidak ada. Suatu atribut atau variable hanya memiliki dua nilai, yaitu 0 dan 1. Model regresi yang mengandung satu atau lebih variabel dummy sebagai variabel penjelas disebut model analysis of variance (ANOVA). Bentuk Umum Regresi Sederhana dengan menggunakan variabel dummy adalah Yi=a+bDi+Ui.

Keterangan: Yi = profitabilitas/laba yang ke-i

Di = variabel dummy

G. Metodelogi Penelitian

1. Bentuk Penelitian

Metodologi penelitian merupakan suatu cara yang ditempuh untuk melaksanakan penelitian. Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif dan regresional. Penelitian deskripif dimaksudkan untuk memperoleh gambaran dengan cara menganalisis dan menafsirkan variabel yang diteliti. Pada penelitian regresional dimaksudkan untuk menghubungkan serta mengukur pengaruh fluktuasi suku bunga BI/BI rate terhadap tingkat profitabilitas PT. Bank Syari’ah Mandiri, Tbk.

Penelitian bersifat kuantitatif untuk mengukur pengaruh antar variabel. Variabel yang diangkat dalam penelitian kali ini meliputi variabel bebas suku bunga BI/BI rate (X) dan variabel terikat tingkat profitabilitas (Y).

2. Instrumen Penelitian

a. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain dan diolah menjadi suaatu informasi. Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah dengan teknik dokumentasi dan informasi yang terdapat pada media elektronik melalui situs-situs internet. Dokumentasi laporan keuangan bank syari’ah yang tentunya diperlukan dan data suku bunga BI/BI Rate.

b. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul.

Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh serta hubungan yang positif antara dua variabel atau lebih perlu dirumuskan suatu hipotesis. Penelitian ini bermaksud memperoleh gambaran objektif tentang pengaruh fluktuasi tingkat suku bunga BI/BI Rate terhadap profitabilitas bank syariah (BSM). Adapun hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:

- Hipotesis Nol (Ho1): Tidak ada pengaruh yang signifikan antara fluktuasi tingkat suku bunga BI dengan tingkat profitabilitas bank syariah pada lag 1 bulan.

- Hipotesis Kerja/Alternatif (Ha1): Ada pengaruh yang signifikan antara fluktuasi tingkat suku bunga BI dengan tingkat profitabilitas bank syariah pada lag 1 bulan.

- Hipotesis Nol (Ho2): Tidak ada pengaruh yang signifikan antara fluktuasi tingkat suku bunga BI dengan tingkat profitabilitas bank syariah pada lag 3 bulan.

- Hipotesis Kerja/Alternatif (Ha2): Ada pengaruh yang signifikan antara fluktuasi tingkat suku bunga BI dengan tingkat profitabilitas bank syariah pada lag 3 bulan.

3. Populasi dan Sampel

3.1.Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulanya. Populasi dalam penelitian kali ini adalah semua bank syari’ah yang dalam kegiatan usahanya menggunakan prinsip bagi hasil. Di Indonesia sendiri ada dua Bank Umum Syari’ah (Bank Syari’ah Mandiri dan Bank Muamalat) serta puluhan bank syari’ah yang beroperasi dengan unit usaha syari’ah dan BPR Syari’ah.

3.2.Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling, yakni pengambilan subjek bukan didasarkan atas strata atau random tetapi didasarkan atas adanya tujuan dan pertimbangan tertentu. Peneliti mengambil PT. Bank Syari’ah Mandiri, Tbk sebagai sampel karena bank tersebut adalah salah satu bank syari’ah yang memiliki kinerja yang baik dan berbentuk Bank Umum Syari’ah.

4. Variabel Penelitian

Tabel 5

Operasional Variabel

Variabel

Konsep Variabel

Sumber Data

Profitabilitas/Laba Bersih (Variabel Terikat/Dependent)

Kemampuan perusahaan

menghasilkan profit yang diukur menggunakan rasio antara laba setelah pajak dengan total aktiva.

Laba setelah pajak diperoleh dari laporan L/R, sedangkan total aktiva diperoleh dari laporan Neraca setiap bulan (Juli 2005 – September 2008).

Suku Bunga BI/BI Rate (Variabel Bebas/Independent)

Suku bunga acuan (bunga simpanan dan kredit) setiap bank konvensional.

Ketetapan Bank Sentral (BI) yang didownload dari www.bi.go.id

Ukuran (Size) Bank Syariah Mandiri (Variabel Dummy)

Ukuran perusahaan yang ditentukan dari jumlah total aktiva yang dimiliki

oleh perusahaan.

Laporan Neraca setiap bulan (Juli 2005 – September 2008).

5. Teknik Analisis Data

Untuk mengetahui pengaruh fluktuasi suku bunga BI (BI rate) terhadap tingkat profitabilitas PT. Bank Syari’ah Mandiri, Tbk (BSM) dapat menggunakan analisis regresi dengan SPSS 11.5 Production Facility.

Besarnya tingkat suku bunga BI dapat digambarkan pada absis X dan tingkat profitabilitas pada ordinat Y. Jika ditarik suatu garis lurus yang berjarak jumlah kuadrat jarak vertikal dari setiap titik, maka garis lurus inilah yang disebut dengan garis regresi. Dengan adanya pengaruh fluktuasi suku bunga BI (BI rate) terhadap tingkat profitabilitas pada bank syari’ah, maka persamaannya Ŷ = a + bX, menunjukkan hubungan linier Y dengan X. Berdasarkan persamaan tersebut, jika diketahui nilai X dan Y, maka estimasi nilai a dan b dengan mudah dapat ditentukan.

Nilai a menunjukkan intercept yang berarti bahwa jika besarnya tingkat suku bunga BI tidak mempengaruhi tingkat profitabilitas pada bank syari’ah, maka nilai dari variabel terikat sebesar a. Sedangkan b adalah nilai koefisien regresi, yang berarti jika terjadi kenaikan terhadap nilai X (tingkat suku bunga) sebesar 1 satuan maka nilai Y (profitabilitas bank syariah) akan mengalami kenaikan sebesar nilai b. Jika b bernilai (+) maka hubungan variabel X dan variabel Y searah. Sedangkan jika b bernilai (-) maka hubungan variabel X dan variabel Y berlawanan.

Jika data tersebar dalam daerah di sekitar garis lurus (kurva), maka nilai Ŷ dapat dicari untuk X yang diketahui. Manfaat dari garis regresi adalah untuk memperkirakan nilai variabel terikat dari variabel bebas.

5.1.Asumsi Regresi Linier

Dalam model analisis regresi terdapat asumsi-asumsi yang harus dipenuhi agar model tersebut merupakan yang terbaik dan tidak biasa. Asumsi tersebut adalah :

- Disturbance error atau variabel gangguan (ei) berdistribusi secara normal atau acak untuk setiap nilai Xi, mengikuti distribusi normal disekitar rata-rata.

- Tidak terdapat multikolinearitas, yaitu hubungan linier yang mendekati sempurna antara variabel bebas.

- Varians dari ei adalah sama atau bersifat konstan, atau bersifat homoskedastisitas. Dengan kata lain tidak terdapat heteroskedastis.

Pada model analisis regresi linier sederhana menggunakan metode Kuadrat terkecil (least square method) yaitu metode paling populer untuk menetapkan persamaan regresi linier sederhana.

Bentuk Umum Regresi Linier Sederhana adalah Y = a + bX

Y : variabel terikat/independent (tingkat profitabilitas)

X : variabel bebas/dependent (fluktuasi suku bunga BI/BI rate)

a : konstanta

b : kemiringan, nilai b dapat positif (+) dapat negartif (-)

5.2.Uji Ketepatan

  1. Uji Signifikansi Variabel

Uji signifikansi ini bertujuan untuk menguji pengaruh variable bebas Xi (independent) terhadap variable terikat Yi (dependent) secara individu (parsial):

- Bila nilai sig. <0.05>

- Bila nilai sig. >0.05 berarti tidak terdapat pengaruh yang signifikan variabel independen terhadap variabel dependen.

Menurut Santoso, 2001 (202), dasar pengambilan keputusan berdasarkan perbandingan t hitung dengan t tabel dengan tingkat signifikansi (α) adalah 5%:

- Jika Statistik Hitung (angka t output) > Statistik Tabel (tabel t), maka Ho ditolak.

- Jika Statistik Hitung (angka t output) <>

  1. Berdasar nilai Probabilitas

- Jika probabilitas > 0,05, maka Ho diterima.

- Jika probabilitas <>

  1. Uji Normalitas

Uji distribusi normal adalah uji untuk mengukur apakah data variabel memiliki distribusi normal sehingga dapat dipakai dalam statistik parametrik (statistik inferensial). Cara yang biasa dipakai adalah Chi Square dan Kolmogorov Smirnov.

1) Perbedaan Chi Square dengan Kolmogorov Smirnov

Chi Square (CS) membandingkan distribusi teoritik dan distribusi empirik (observasi) berdasarkan kategori-kategori, kalau Kolmogorov Smirnov (KS) berdasarkan frekuensi kumulatif. Jadi yang dibandingkan adalah frekuensi kumulatif distribusi teoritik dengan frekuensi kumulatif distribusi empirik.

2) Keunggulan Kolmogorov Smirnov (KS) dibanding (Chi Square)

Ada beberapa keunggulan yang dapat digunakan untuk menganalisis data yang berjumlah kurang dari 30 yang dimiliki oleh metode Kolmogorov Smirnov, yaitu sebagai berikut:

(1) CS memerlukan data yang terkelompokkan, KS tidak memerlukannya.

(2) CS tidak bisa untuk sampel kecil, sementara KS bisa.

(3) Oleh karena data Chi Square adalah bersifat kategorik. Maka ada data yang terbuang maknanya.

(4) KS lebih fleksibel dibanding CS. KS dapat mengestimasi variasi standard deviation (sd). Sedangkan CS, sd nya sama, karena dibagi secara seimbang.